Perairan kepulauan Alor terkenal memiliki keanekaragaman sumber daya perairan dan laut yang tinggi. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KEPMEN KP) Nomor 106 Tahun 2023 dengan nomenklatur Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Kepulauan Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur dikelola sebagai Taman Perairan yang memiliki kawasan seluas 277.072,60 hektar. Kawasan konservasi perairan memiliki manfaat utama untuk melindungi struktur keanekaragaman hayati (genetika, spesies dan ekosistem), meningkatkan produksi perikanan, sebagai tempat rekreasi dan pendidikan, mengurangi dampak perubahan iklim global, serta meningkatkan kesejahteraan sosial dan perekonomian Masyarakat. Lebih dari 202.890 (95%) masyarakat kabupaten Alor sangat menggantungkan kehidupannya dari keberadaan kawasan tersebut sebagai lokasi penghidupan masyarakat.
Untuk mengukur dampak sosial dan ekonomi masyarakat terkait dengan adanya kawasan konservasi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan (KCDKP) Wilayah Kabupaten Alor selaku Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) Kawasan Konservasi di Perairan di Wilayah Kepulauan Alor (yang selanjutnya disebut sebagai Taman Perairan Kepulauan Alor) bersama dengan Yayasan WWF Indonesia telah melakukan “Pemantauan Sosial, Ekonomi dan Persepsi Masyarakat” pada Bulan Mei 2023 di 18 desa (dari 175 desa di Kabupaten Alor dan 99 desa di kawasan pesisir) yang terdiri dari 14 desa yang berada di dalam kawasan konservasi dan 4 desa kontrol atau desa yang berada di luar kawasan konservasi. Pemantauan ini adalah repetisi yang ke tiga (T2) dari pemantauan yang sebelumnya dilakukan pada tahun 2014 (T0) dan tahun 2017 (T1). Dalam mendukung kegiatan pemantauan melibatkan tim gabungan yang terdiri dari Universitas Tribuana Kalabahi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Alor, serta local champion dari Yayasan Teman Laut Indonesia (Thresher Shark Indonesia).
Foto: Pembukaan Kegiatan Lokakarya dan Pelatihan Pemantauan Sosial Persepsi Masyarakat di Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Taman Perairan Kepulauan Alor (WWF-Indonesia)
Kegiatan diawali dengan pembekalan calon pencacah data (enumerator) terkait metode serta praktik pengambilan data. Kemudian, untuk implementasi pengambilan data, tim pemantauan yang beranggotakan 9 enumerator dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok kemudian bertanggung jawab mewawancarai masing-masing 30 responden rumah tangga per/desa. Target responden yang di wawancarai adalah responden yang mewakili rumah tangga perikanan, rumah tangga pariwisata bahari, serta tokoh kunci dalam pemanfaatan perairan di Kabupaten Alor secara umum, dan secara khusus di Taman Perairan Kepulauan Alor. Kondisi geografis Kabupaten Alor yang mana adalah daerah kepulauan dengan kontur pegunungan serta kondisi infrastruktur jalan yang rusak menjadi tantangan bagi para enumerator dalam menuju ke lokasi desa target.
Data yang diperoleh dari kegiatan pemantauan ini diharapkan dapat menjadi rujukan pengelolaan kawasan konservasi perairan di kepulauan Alor. Dengan adanya pemutakhiran informasi terkait tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar Taman Perairan Kepulauan Alor juga dapat berkontribusi menjawab dan meningkatkan performa indikator domain Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan dalam Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan perikanan atau Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM Kabupaten Alor. Selain itu, data dan informasi kondisi sosial, ekonomi masyarakat juga menjadi variabel yang dinilai pada kriteria output dan outcome, indikator data dan informasi serta kondisi masyarakat penerima manfaat dalam penilaian Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi (EVIKA) di Taman Perairan Kepulauan Alor.
Muhammad Saleh Goro, S.Pi, M.Pi Selaku Kepala SUOP atau Kepala KCD Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Wilayah Kabupaten Alor menyampaikan bahwa pada tahun 2022 hasil penilaian EVIKA Taman Perairan Kepulauan Alor adalah 82.26% atau di Kelola Optimum, sehingga diharapkan kegiatan dan hasil pemantauan sosial ekonomi yang telah terlaksana ini menjadi informasi penting untuk meningkatkan nilai EVIKA Taman Perairan Kepulauan Alor, sehingga cita – cita kawasan konservasi kepulauan Alor menjadi kawasan konservasi dengan level emas pada tahun 2023 dapat terwujud.
Project Leader for Lesser Sunda Subsescape Yayasan WWF Indonesia, Miko Budi Raharjo menuturkan bahwa pemantauan Sosial, Ekonomi dan Persepsi Masyarakat yang di lakukan di Taman Perairan Kepulauan Alor adalah bentuk komitmen dari Yayasan WWF Indonesia untuk terus bersama dengan SUOP mendukung untuk peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang ada di Taman Perairan Kepulauan Alor. (Penulis: Tim WWF Site Alor/Diunggah oleh Admin-AM; Kredit foto: WWF-Indonesia)