Indonesia Perlu Perbaiki Pengelolaan Tuna Untuk Peningkatan Daya Saing Di Pasar Tuna Global.
Jakarta (20/12) – Indonesia adalah salah satu negara produsen tuna terbesar di dunia. Dengan total produksi 613.575 ton pertahun dengan nilai sebesar 6,3 triliun rupiah pertahun (KKP, 2011), dan dikung dengan wilayah yang mencakup dua samudera kunci untuk perikanan tuna (Samudera Hindia dan Pasifik) Indonesia menjadi negara penting bagi perikanan tuna global baik dari sisi sumberdaya, habitat dan juga perdagangan.
Disatu sisi, keberlanjutan stock sumberdaya tuna di alam terus merosot karena masih lemahnya pengelolaan perikanan tuna. Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia status tingkat ekploitasi tuna jenis Albakor, madidihang, matabesar dan tuna sirip biru selatan sudah sangat mengkhawatirkan dengan status terekploitasi penuh (fully exploited) hingga terekploitasi berlebih (over-exploited) dan hanya tuna jenis cakalang yang masih dalam status terekploitasi sedang (moderate).Trend penurunan stock tuna ini akan mengancam keberlangsungan mata pencaharian nelayan dan juga bisnis tuna. Kerjasama semua pihak baik tingkat lokal, nasional maupun internasional sangat diperlukan dalam upaya penyelamatan sumberdaya dan bisnis tuna ini. Tuna adalah jenis ikan beruaya tinggi dan lintas batas yang pengelolaannya merupakan tanggungjawab bersama antar bangsa. Untuk itu status pengelolaan perikanan tuna nasional selalu menjadi pantauan dari lembaga pengelolaan perikanan regional (RFMOs – Regional Fisheries management Bodies) yang mempunyai mandat untuk pengaturan pengelolaan tuna global.
Kebijakan tentang keberlanjutan sumber daya tuna oleh RFMOs dan juga lembaga-lembaga terkait lainnya seperti ASEAN, APEC dan lain-lain telah dikeluarkan dan terus diperbaiki untuk mengatur tentang perlunya dukungan ilmiah, pengaturan tata cara kelola dan penangkapan hingga pengaturan perdagangan. Tidak mengherankan jika pasar menjadi salah satu alat filter untuk mengendalikan keberlanjutan dari sumberdaya tuna ini. Sejumlah inisiasi peraturan dari negara pembeli tuna di Uni Eropa tentang kewajiban setiap negara pengekspor ikan ke Uni Eropa untuk mendapatkan catch certificate untuk memberantas Perikanan Ilegal, Tak Terlaporakan dan Tak Teratur (IUU Fishing – Illegal, Unreported & Unregulated) adalah salah satu bukti dukungan keseriusan pasar Uni Eropa untuk mendukung pengelolaan perikanan yang baik dengan memastikan semua produk ikan termasuk tuna yang dipasarkan di negara-negara Uni Eropa bebas dari IUU Fishing.
Martani Huseini, Ketua Komisi Tuna Indonesia, mengatakan “Dengan trend pasar yang semakin pintar dan menginginkan produk-produk perikanan yang berkualitas dan ramah linkungan, mau tidak mau kita perlu segera melengkapi diri kita dengan pengelolaan perikanan tuna yang baik untuk memenangkan persaingan dipasar tuna global yang semakin ketat” lebih lanjut martani menyebutkan bahwa “Masih banyak pekerjaan rumah kita untuk memperbaiki perikanan tuna Indonesia”.
Untuk meningkatkan daya saing perdagangan perikanan tuna dan mengantisipasi keberlanjutan stock sumber daya tuna Indonesia, Komisi Tuna Indonesia mengusulkan lima aksi yang harus segera dilakukan oleh pemerintah sebagai berikut :
1. Segera menyempurnakan draft dan merealisasikan Rencana Pengelolaan Tuna Indonesia (RPP Tuna) sebagai pedoman besama pengelolaan tuna di Indonesia.
2. Pentingnya mengelola database perikanan bagi dunia usaha dan penerapan log book pada setiap kapal penangkap sebagai dukungan pengelolaan tuna terbaik. Kebijakan No Log Book, No SIPI harus ditegakkan (SIPI-Surat Izin Penangkapan Ikan).
3. Pengaturan dan pengendalian alat tangkap Purse Seine yang saat ini marak digunakan dan dikembangkan oleh banyak pihak sebagai respon dari strategi penangkapan tuna yang semakin langka di alam.
4. Penentuan alokasi izin penangkapan harus didasarkan pada data dan informasi ilmiah dalam rangka merespon dunia usaha dalam negeri dan tekanan lembaga-lembaga internasional.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam RFMO melalui restrukturisasi organisasi, mengingat selama ini kegiatan RFMO hanya ditangani oleh suatu Pokja dengan satu Direktorat sebagai lead institusi.
“Lima aksi tersebut mutlak dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam waktu dekat untuk menyelamatkan sumber daya tuna dan dunia usaha tuna Indonesia” tutup Martani.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi :
Martani Huseini, Ketua Komisi Tuna Indonesia
Email : [email protected], HP: +62 816720924
Tentang Komisi Tuna Indonesia
Komisi Tuna Indonesia (KTI) adalah komisi yang ditunjuk oleh Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) untuk memberikan rekomendasi kebijakan tentang perikanan tuna di Indonesia. Anggota KTI adalah perwakilan dari dunia usaha tuna, pemerintah, peneliti dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Catatan Untuk Editor :
· Peraturan menteri tentang status tingkat ekploitasi sumber daya perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia bisa di download melalui tautan berikut http://www.infohukum.kkp.go.id/files_kepmen/KEP%2045%20MEN%202011.pdf
· RFMOs adalah lembaga dibawah Lembaga Pangan Dunia (FAO) yang ditunjuk untuk mengatur pengelolaan perikanan di laut lepas. Ada lima RFMOs di dunia dan tiga diantaranya terkait dengan Indonesia. Ke tiga RFMOs tersebut adalah IOTC-Indian Ocean Tuna Commission (www.iotc.org), WCPFC-Western and Central Pacific Fisheries Commission (www.wcpfc.int), dan CCSBT-Convention of Conservation of Soutern Bluefin Tuna (www.ccsbt.org)