Article
34 PENYU SIAP DILEPASKAN PASCA PENGGAGALAN PENYELUNDUPAN
Pada 6 April 2016, Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polda Bali berhasil menggagalkan penyelundupan 40 penyu hijau di perairan Kubu-Karangasem. Keseluruhan penyu di titipkan sementara di Turtle Conservation and Education Centre (TCEC) Serangan Bali untuk menerima pemeriksaan medik veteriner dan perawatan lebih lanjut sebelum dilepaskan. Penanganan dilakukan secara cepat di bawah supervisi tim Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan WWF Indonesia. Pasca tiga hari penggagalan penyelundupan, kini 34 penyu dinyatakan pulih kesehatannya dan siap dilepaskan ke laut.
Dalam data rekam Ditpolair Polda Bali, penyu diselundupkan untuk tujuan perdagangan dan konsumsi. Saat proses penyergapan dijumpai kapal mengangkut penyu dalam kondisi mengenaskan. Seluruh penyu terikat pada kedua flipper (sirip) depannya dan tergeletak tanpa air di palka dan dek atas kapal KMN Putra Tunggal. Diperkirakan penyu berada dikapal dalam kondisi terikat lebih dari dua minggu. Keseluruhan proses evakuasi penyu memakan waktu 8 jam sebelum keseluruhan penyu dititipkan di TCEC Serangan.
Hari ini 8 April 2016, tim medis TCEC melaporkan hasil pemeriksaan dan penanganan intens terhadap penyu selama 3 hari. Proses awal dilakukan pengukuran terhadap penyu, dimana rata-rata ukuran penyu berkisar antara 60-70 cm (minimum 52 cm dan maximum 96 cm). Ditemukan, 1 penyu mati ketika tiba di TCEC dan 2 ekor lagi mati beberapa jam kemudian. Secara umum, penangangan penyu dilakukan berupa pengobatan luka terbuka, pemberian antibiotik serta vitamin untuk mengembalikan kondisi kesehatannya. Sedangkan, 2 ekor penyu mengalami patah tulang terbuka (Fraktur) dan terdapat pembusukan disertai infestasi parasit (Miasis) pada bagian flipper depan dan diperlukan proses amputasi. Untuk itu telah dilakukan proses amputasi terhadap 2 ekor penyu pada 8 April agar infeksi tak makin berat. 1 ekor lainnya mengalami Parapimosis (alat kelamin penyu terjulur keluar akibat dehidrasi berat), hingga diperlukan perawatan agar penyu tak jadi sasaran predator. Karenanya, 3 ekor penyu masih memerlukan perawatan lanjut dan 34 penyu lainnya dinyatakan sehat untuk dikembalikan ke habitatnya.
“Setelah diberikan terapi selama 3 hari, 34 ekor penyu kini telah aktif berenang, dehidrasi telah pulih dan penyu sudah aktif makan. Kini, penyu penyu tersebut kami nyatakan siap dilepas liarkan kembali ke laut ” jelas Drh Maulid Dio Suhendro S.KH, salah satu dokter hewan yang bertugas penuh di TCEC. Dio menambahkan, mengingat banyaknya penyu penyu yang harus ditangani secara cepat, TCEC juga melibatkan calon calon dokter muda yang bernaung dalam komunitas Turtle Guard dari Universitas Udayana. “Kami berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa penyu penyu ini,” ujar Dio.
TCEC Serangan
Para tim medis TCEC dan Ditpolair Bali menemukan kenyataan bahwa penyu penyu yang ditemukan tragis dalam kasus penyelundupan merupakan bagian dari mata rantai perdagangan gelap yang belum bisa terhapuskan di Indonesia. Dua Undang undang yang digunakan untuk melindungi spesies ini dari kepunahan yakni Undang undang nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) serta Undang Undang Nomer 31 tentang perikanan tidak serta merta mengikat para konsumen dan pedagang untuk berhenti melakukan praktik perdagangan penyu.
“Boleh dikata, pekerjaan rumah kita masih panjang. Di perairan bebas dan minus pengawasan, penyu penyu menghadapi ancaman tinggi dari banyak pihak. Kematian mereka bisa saja terjadi karena praktik penangkapan sengaja ataupun penangkapan tak sengaja. Apa yang kami lakukan hari ini hanyalah satu dari sekian persen upaya menyelamatkan penyu dan fungsi ekologis laut,” papar Drh Maulid Dio. “Dibutuhkan komitmen lebih tinggi lagi untuk membebaskan penyu dari nasib tragis,” tambahnya. I Made Kanta, kepala TCEC Serangan mengatakan, tak hanya kasus penegakan hukum, pihaknya juga sering menerima penyu terluka dari Nelayan akibat terjaring atau terpancing tanpa sengaja sehingga membutuhkan rehabilitasi. “Penyu lalu dirawat oleh para dokter hewan sebelum dilepaskan kembali, namun ada juga yang tidak bisa dilepaskan karena sirip depannya telah diamputasi” ujarnya.
Sebagai satu satunya pusat konservasi dan pendidikan penyu di Denpasar, TCEC menjadi koridor yang mempertemukan para dokter dan calon dokter hewan, penggiat lingkungan, pemerhati lingkungan, petugas keamanan dan bahkan wisatawan yang memiliki kepedulian menyelamatkan penyu. TCEC diinisiasi pada tahun 2006, dengan tujuan mengakhiri perdagangan penyu dengan mendorong masyarakat berhenti mengkonsumsi produk-produk penyu (baik untuk keperluan agama atau yang lainnya), dan secara umum mendukung konservasi penyu; menyediakan penyu untuk upacara keagamaan tanpa harus membunuhnya, dan memonitor ukuran dan jumlah penyu. Program ini tak hanya dilakukan untuk mengendalikan pemanfaatan penyu, tapi juga membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lokal Serangan; dan pada akhirnya mendorong mereka menjadi pengawas bagi perdagangan penyu- khususnya di Serangan, dan secara umum di Bali.
TCEC berdiri di atas lahan seluas 2,4 hektar tepat di Desa Tanjung Benoa, jantung kota dimana mata rantai perdagangan penyu berlangsung dalam skala besar. Praktek perdagangan berlangsung selama beberapa dekade dan telah menghancurkan populasi penyu laut dan kerusakan ekologis di sejumlah kawasan Indonesia. Dalam masa operasional yang cukup panjang, TCEC telah meluaskan upaya konservasinya hingga ke luar pulau Bali. “ Kami menerima telur penyu dari luar Bali dan membantu menetaskannya di sini. Pendekatan ini memang terbilang ekstrim karena dinilai mengubah faktor alamiah penyu tersebut. Namun untuk sementara pendekatan ini efektif untuk mengamankan telur penyu dari perdagangan konsumsi.”
Untuk informasi lebih lanjut hubungi :
I Made Kanta (Ketua TCEC Serangan) : 081353212227
Drh. Windia Adnyana,Ph.D (Supervisor TCEC) : 08123828010
Drh. Maulid Dio Suhendro,S.K (Tim Medis TCEC) : 082340341133
Klik untuk mengunduh:
http://www.wwf.or.id/ruang_pers/pressrelease/pressrelease_marine.cfm?47022/34-Penyu-Siap-Dilepaskan-Pasca-Penggagalan-Penyelundupan
Collection of Capture Fisheries Research
Status of Stock of Fish Resources
KEPMEN 50/2017
KEPMEN 50/2017
O | M | U |
Overfishing | Moderate | Underfishing |
WPP-571 | |
Cumi-cumi | M |
---|---|
Ikan Demersal | U |
Ikan Karang | U |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | M |
Kepiting | O |
Lobster | O |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | O |
WPP-572 | |
Cumi-cumi | U |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | U |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | M |
Kepiting | U |
Lobster | M |
Rajungan | U |
Udang Penaeid | O |
WPP-573 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | U |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | O |
Ikan Pelagis Kecil | O |
Kepiting | U |
Lobster | M |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | O |
WPP-711 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | O |
Kepiting | O |
Lobster | M |
Rajungan | O |
Udang Penaeid | M |
WPP-712 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | U |
Kepiting | M |
Lobster | O |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | O |
WPP-713 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | O |
Ikan Pelagis Kecil | O |
Kepiting | M |
Lobster | O |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | M |
WPP-714 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | M |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | U |
Kepiting | O |
Lobster | O |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | U |
WPP-715 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | U |
Ikan Karang | U |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | U |
Kepiting | O |
Lobster | O |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | M |
WPP-716 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | U |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | U |
Kepiting | O |
Lobster | M |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | M |
WPP-717 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | U |
Ikan Karang | M |
Ikan Pelagis Besar | O |
Ikan Pelagis Kecil | M |
Kepiting | M |
Lobster | O |
Rajungan | O |
Udang Penaeid | U |
WPP-718 | |
Cumi-cumi | O |
Ikan Demersal | M |
Ikan Karang | O |
Ikan Pelagis Besar | M |
Ikan Pelagis Kecil | M |
Kepiting | M |
Lobster | M |
Rajungan | M |
Udang Penaeid | M |
Size of Mature Gonad Some Types of Fish
Fish | Length |
---|---|
Tuna Sirip Kuning | 137,50 (FL) |
Tuna Sirip Biru | 140 cm |
Tuna Mata Besar | Jantan : 140,5-151,9 Betina : 133,5-137,9(FL) |
Tuna Albakor | 107.5 cm |
Tongkol Krai | 29-30 cm |
Tongkol Komo | 40-65 cm |
Tongkol | 35 cm |
Teripang | 16 cm,184 gr |
Teri Jengki | 6 cm |
Tenggiri | 40-45 cm |
Tembang | 11,95 FL |
Slanget | Jantan : 13,9-14,6 Betina : 13,1-13,8 (TL) |
Selar Kuning | J: 13,9-14,2 B: 13,5-13,8 (TL) |
Selar Bentong | 20,80 FL |
Rajungan | 7-9 cm (CL) |
Peperek | 13.0 SL |
Pari Manta | 380-460 cm |
Pari | M:59.9-69.1 /F:59.9-69.1 cm |
Mata Tujuh | M:3.51-4.0/ F:4.01-4.5 cm |
Mahi-mahi | 65 cm |
Lencam | 45.3 cm |
Lemuru | 15.0 cm Betina: 9,9 (TL) |
Layaran | 156-250 cm |
Layang Deles | Jantan : 19,6-20,1 Betina : 19,8-20,3 |
Layang | 16,21 FL |
Kuwe | 42.0 SL |
Kurisi | F:15-18 cm |
Kurau | F:28.5-29 cm/ M:22.5-24.3 cm |
Kuniran | F:13.6-14.3/ M:14.4-15.1 cm |
Kerapu | 39 cm |
Kerang Dara | M : 2.720-2.950 cm/ F:2.230-3.050 cm |
Kepiting Bakau | 9-10 up CL/301-400 gr |
Kembung | 16,89 FL |
Kambing kambing | 14.0 TL |
Kakap Putih | 29-60 cm |
Kakap Merah | 42.9 FL |
Gerotgerot | 40.0 cm |
Cakalang | 40-41.9 cm |
Butana | 18.0 FL |
Belanak | 24-26 cm |
Bawal Putih | 18 cm |
Bawal Hitam | 22-24 cm |
Baronang | 24 cm |
Barakuda | F:66.0 FL/ M:60.0 FL |
Banyar | 18,03 FL |